Esensi Pendidikan yang Memanusiakan Manusia
OPINI MUDA
Pendidikan: Antara Memintarkan atau Memanusiakan?
Pendidikan di Indonesia selalu menjadi bahan perbincangan hangat. Di satu sisi, ada pandangan yang menyebut pendidikan kita sudah berhasil. Indikatornya jelas: angka kelulusan ujian yang hampir selalu tinggi dari tahun ke tahun. Namun, di sisi lain, muncul kritik yang tidak bisa diabaikan. Banyak pihak menilai bahwa pendidikan justru gagal, karena tidak berhasil melahirkan generasi yang beretika, sopan, dan berkarakter.
Perdebatan ini melahirkan pertanyaan mendasar: Apakah pendidikan kita selama ini hanya sekadar memintarkan, atau benar-benar memanusiakan manusia?
KI HADJAR DEWANTARA
Pendidikan Adalah Proses Memanusiakan Manusia
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan pada hakikatnya adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran (intelektual), serta tubuh anak. Pendidikan bukanlah sebatas transfer ilmu, melainkan sebuah proses panjang untuk membentuk manusia yang utuh.
Landasan ini semakin dipertegas oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam regulasi tersebut, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya. Potensi itu mencakup kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Artinya, pendidikan sejati bukan sekadar mencetak siswa pintar secara akademik. Pendidikan sejati adalah pendidikan yang melahirkan manusia dengan nilai kemanusiaan: mampu menghargai sesama, menghormati perbedaan, serta berperan aktif dalam kehidupan sosial.
ILUSTRASI SEKOLAH RAKYAT
Mampukah Sekolah Rakyat Menjawab Tantangan Itu?
Di tengah perdebatan panjang tentang arah pendidikan, Sekolah Rakyat hadir menawarkan gagasan berbeda. Alih-alih mengejar nilai semata, sekolah ini mencoba mengembalikan pendidikan ke hakikatnya: memanusiakan manusia.
Sekolah Rakyat menyadari bahwa setiap anak unik dan memiliki potensi berbeda. Karena itu, kurikulumnya dirancang untuk lebih adaptif, sesuai kebutuhan anak dan lingkungannya. Pendidikan tidak lagi hanya berhenti pada teori, melainkan dirancang kontekstual, menyentuh kehidupan nyata yang mereka hadapi sehari-hari.
Ada tiga pilar utama yang menjadi ciri khas Sekolah Rakyat:
-
Kurikulum Persiapan → dilakukan melalui talent mapping dan asesmen kesiapan siswa, agar setiap anak dapat dikenali potensinya sejak awal.
-
Kurikulum Sekolah Formal → mencakup intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang tetap sesuai standar nasional, sehingga siswa tidak tertinggal dari sistem pendidikan umum.
-
Kurikulum Asrama → menitikberatkan pada pembentukan karakter, kepemimpinan, spiritualitas, serta cinta tanah air.
Ketiga pilar ini menjadikan Sekolah Rakyat berbeda. Ia bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang tumbuh kembang manusia seutuhnya.
Bagaimana Kompetensi Lulusan Sekolah Rakyat?
Lulusan Sekolah Rakyat dipersiapkan bukan hanya untuk menghadapi ujian akademik, tetapi juga tantangan kehidupan. Mereka dididik untuk menjadi pribadi yang utuh, dengan kompetensi yang melampaui sekadar nilai rapor.
Beberapa ciri utama lulusan Sekolah Rakyat antara lain:
-
Memiliki akhlak mulia dan nilai keagamaan yang kuat.
-
Berkarakter dan siap mengambil peran sebagai pemimpin.
-
Menguasai bahasa dan literasi digital, keterampilan penting di era modern.
-
Berjiwa entrepreneur, dengan kemampuan melihat peluang dan berinovasi.
-
Tuntas dalam capaian akademik, sebagai bekal melanjutkan pendidikan formal lebih tinggi.
Dengan kombinasi ini, Sekolah Rakyat tidak hanya melahirkan siswa yang pintar, tetapi juga manusia yang matang secara moral, sosial, dan spiritual.
Pendidikan yang Memerdekakan
Pendidikan sejati seharusnya bukan menakut-nakuti siswa dengan angka ujian, melainkan membebaskan mereka untuk tumbuh sesuai potensi masing-masing. Pendidikan harus mampu menumbuhkan rasa ingin tahu, melatih keberanian mengambil keputusan, serta menanamkan rasa hormat pada sesama.
Seperti kata pepatah lama: “Pendidikan bukan sekadar memintarkan, tapi mendidik agar manusia menjadi manusia seutuhnya.”
Inilah semangat yang coba dihidupkan kembali oleh Sekolah Rakyat. Sebuah upaya untuk mengembalikan pendidikan ke jati dirinya: tidak hanya menyiapkan generasi pintar, tetapi juga generasi yang berkarakter, berakhlak, dan berdaya saing.
Dan mungkin, inilah jawaban atas perdebatan panjang: bahwa pendidikan sejati harus selalu berorientasi pada satu tujuan besar—memanusiakan manusia.
- Calvin Sihombing