Mengapa E-Voting Belum Siap Diterapkan Luas di Indonesia?

TEKNO

Kamis, 11 September 2025 | 12:03 WIB
Mengapa E-Voting Belum Siap Diterapkan Luas di Indonesia?

E-voting, atau sistem pemungutan suara elektronik, seringkali dielu-elukan sebagai solusi modern untuk pemilihan umum yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan janji kecepatan dalam perhitungan suara dan potensi mengurangi kecurangan manual, gagasan ini tampak sangat menarik di era digital ini. Namun, di Indonesia, penerapan e-voting secara luas masih menghadapi berbagai tantangan kompleks yang membuatnya belum dapat terwujud sepenuhnya. Pertanyaannya, mengapa sistem yang dianggap canggih ini belum siap diterapkan di negeri kita?

Sejarah Singkat dan Potensi E-Voting di Indonesia

Sebenarnya, e-voting bukanlah konsep yang sepenuhnya asing di Indonesia. Tercatat, sistem ini pernah digunakan di 1.752 desa dalam pemilihan kepala desa (pilkades). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahkan mengklaim telah mengembangkan program teknis untuk e-voting. Ini menunjukkan bahwa secara teknis, kapasitas untuk mengembangkan dan mengujicobakan sistem e-voting sudah ada. Potensi e-voting memang besar, mulai dari mempercepat proses rekapitulasi, mengurangi kesalahan manusia, hingga menghemat biaya logistik kertas suara dan kotak suara.

Tantangan Utama: Kepercayaan Publik yang Masih Rendah

Salah satu hambatan paling mendasar dalam adopsi e-voting di Indonesia adalah tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Betty Epsilon Idroos mengakui bahwa e-voting belum memenuhi prasyarat untuk diterapkan karena faktor ini. Masyarakat masih meragukan keamanan dan integritas sistem digital, terutama dalam proses sepenting pemilihan umum yang menentukan masa depan bangsa. Keraguan ini tidak lepas dari berbagai isu yang kerap mewarnai setiap gelaran pemilu di Indonesia.

Baca Juga: Peran Pahlawan Nasional dalam Merebut Kemerdekaan Indonesia

Regulasi dan Keamanan Siber: Dua Pilar Penting yang Belum Kokoh

Selain kepercayaan publik, aspek regulasi dan keamanan siber menjadi krusial. Sistem e-voting memerlukan payung hukum yang kuat dan komprehensif untuk menjamin legalitas, akuntabilitas, dan penyelesaian sengketa. Tanpa regulasi yang jelas, implementasi e-voting akan rawan gugatan dan ketidakpastian hukum. Dari sisi keamanan siber, ancaman peretasan, manipulasi data, atau serangan siber lainnya menjadi momok menakutkan. Indonesia masih perlu memperkuat infrastruktur keamanan siber dan kapasitas sumber daya manusia untuk menghadapi potensi risiko-risiko tersebut. Keandalan sistem harus teruji secara forensik dan auditabel agar hasil pemilu tidak bisa diperdebatkan.

Prevalensi Hoax dan Disinformasi Memperparah Keadaan

Isu kepercayaan publik juga sangat dipengaruhi oleh maraknya hoax dan disinformasi, terutama menjelang dan selama masa pemilihan umum. Mengapa hoax lestari dalam pemilihan umum di Indonesia? Berita palsu dan narasi manipulatif sangat mudah menyebar di tengah masyarakat, bahkan diperparah dengan adanya 'buzzer' politik, baik yang dioperasikan manusia maupun robot, yang seringkali mendukung pemerintah atau menyerang oposisi. Dalam iklim informasi yang penuh ketidakpastian ini, masyarakat cenderung lebih skeptis terhadap teknologi baru yang melibatkan proses krusial seperti pemilu. Jika sistem voting manual saja sering diwarnai isu kecurangan dan hoax, apalagi sistem elektronik yang 'tidak terlihat' prosesnya bagi masyarakat awam. Ini membuat tantangan edukasi dan sosialisasi menjadi sangat besar untuk membangun keyakinan bahwa e-voting aman dan adil.

Prasyarat Lain yang Belum Terpenuhi Menurut KPU

Selain tingkat kepercayaan masyarakat, KPU juga menyoroti prasyarat lain yang belum terpenuhi untuk penerapan e-voting. Ini mencakup kesiapan infrastruktur teknologi informasi yang merata di seluruh pelosok Indonesia, ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam mengoperasikan dan mengawasi sistem, serta anggaran yang memadai untuk investasi teknologi dan pengembangannya. Kompleksitas geografis dan demografis Indonesia juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. Menyediakan akses dan edukasi yang setara bagi seluruh pemilih di ribuan pulau dengan tingkat literasi digital yang berbeda-beda merupakan tugas maha berat.

Dengan demikian, perjalanan e-voting menuju penerapan luas di Indonesia masih panjang dan berliku. Bukan hanya soal teknologi canggih, melainkan juga tentang membangun kepercayaan, memperkuat regulasi, menjamin keamanan siber, dan menciptakan lingkungan informasi yang sehat. Ini adalah pekerjaan rumah bersama yang membutuhkan sinergi dari berbagai pihak untuk mewujudkan sistem pemilu yang lebih baik di masa depan.

Tag indonesia teknologi pemilu demokrasi e-voting keamanan siber

Terkini