Jejak Demokrasi: Sejarah Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa
SEJARAH

Perjalanan demokrasi di Indonesia tak lepas dari peran sentral pemilihan umum atau Pemilu. Sebagai pilar utama sistem pemerintahan demokratis, Pemilu telah mengalami berbagai evolusi seiring dengan pasang surutnya dinamika politik dan sosial bangsa. Sejarah Pemilu di Indonesia adalah cerminan dari upaya berkelanjutan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, mulai dari masa parlementer, era Orde Baru, hingga periode reformasi yang penuh dengan perubahan.
Pemilu Pertama: Fondasi Demokrasi Parlementer
Langkah awal Indonesia dalam menyelenggarakan pesta demokrasi akbar terjadi pada tahun 1955. Pemilu 1955 ini merupakan Pemilu pertama yang diselenggarakan di Indonesia, sebuah tonggak penting bagi negara yang baru beberapa tahun merdeka. Pelaksanaan Pemilu perdana ini berlangsung pada masa demokrasi parlementer kabinet, sebuah sistem di mana kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Tujuannya adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Konstituante. Keberhasilan Pemilu 1955, yang dianggap cukup demokratis pada masanya, menjadi bukti komitmen awal bangsa Indonesia terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Era Orde Baru: Stabilitas dalam Kontrol
Setelah periode demokrasi parlementer, Indonesia memasuki babak baru di bawah pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa ini, Pemilu tetap diselenggarakan secara berkala, namun dengan karakteristik dan dinamika yang berbeda dibandingkan era sebelumnya maupun setelahnya. Jika dibandingkan dengan masa kini, Pemilu Orde Baru memiliki beberapa perbedaan mendasar. Salah satu ciri khasnya adalah jumlah partai politik yang sangat terbatas. Hanya ada tiga peserta yang diperbolehkan ikut, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dalam setiap Pemilu yang diadakan, Golkar hampir selalu menjadi pemenang dengan perolehan suara mayoritas, yang mencerminkan dominasi politik pemerintah saat itu. Sistem Pemilu pada masa Orde Baru seringkali dianggap sebagai alat legitimasi kekuasaan, dengan partisipasi masyarakat yang tinggi namun pilihan politik yang cenderung seragam.