Mengapa E-Voting Belum Siap Diterapkan Luas di Indonesia?
TEKNO
Baca Juga: Peran Pahlawan Nasional dalam Merebut Kemerdekaan Indonesia
Regulasi dan Keamanan Siber: Dua Pilar Penting yang Belum Kokoh
Selain kepercayaan publik, aspek regulasi dan keamanan siber menjadi krusial. Sistem e-voting memerlukan payung hukum yang kuat dan komprehensif untuk menjamin legalitas, akuntabilitas, dan penyelesaian sengketa. Tanpa regulasi yang jelas, implementasi e-voting akan rawan gugatan dan ketidakpastian hukum. Dari sisi keamanan siber, ancaman peretasan, manipulasi data, atau serangan siber lainnya menjadi momok menakutkan. Indonesia masih perlu memperkuat infrastruktur keamanan siber dan kapasitas sumber daya manusia untuk menghadapi potensi risiko-risiko tersebut. Keandalan sistem harus teruji secara forensik dan auditabel agar hasil pemilu tidak bisa diperdebatkan.
Prevalensi Hoax dan Disinformasi Memperparah Keadaan
Isu kepercayaan publik juga sangat dipengaruhi oleh maraknya hoax dan disinformasi, terutama menjelang dan selama masa pemilihan umum. Mengapa hoax lestari dalam pemilihan umum di Indonesia? Berita palsu dan narasi manipulatif sangat mudah menyebar di tengah masyarakat, bahkan diperparah dengan adanya 'buzzer' politik, baik yang dioperasikan manusia maupun robot, yang seringkali mendukung pemerintah atau menyerang oposisi. Dalam iklim informasi yang penuh ketidakpastian ini, masyarakat cenderung lebih skeptis terhadap teknologi baru yang melibatkan proses krusial seperti pemilu. Jika sistem voting manual saja sering diwarnai isu kecurangan dan hoax, apalagi sistem elektronik yang 'tidak terlihat' prosesnya bagi masyarakat awam. Ini membuat tantangan edukasi dan sosialisasi menjadi sangat besar untuk membangun keyakinan bahwa e-voting aman dan adil.